Minggu, 15 Januari 2012
Selasa, 03 Januari 2012
keswadayaan
SWADAYA
Bina Swadaya, yang sekarang sudah 40 tahun usianya, memberi anugerah keswadayaan kepada individu maupun kelompok yang gigih membangun, atau mewujudkan semangat berswadaya, buat perbaikan mutu hidup warga masyarakat di bidang ekonomi maupun sosial.
Manajemen hidup yang diletakkan di atas landasan swakelola dan swadaya pada mulanya dihidup-hidupkan dan dipelopori sendiri oleh Bina Swadaya, lembaga sosial, nirlaba, diasuh Bambang Ismawan. Sejak tahun 1967, pada permulaan kariernya, hingga hari ini, ia masih tetap hidup sebagai relawan sosial. Ia mendirikan Yayasan Sosial Tani Membangun, yang menerbitkan majalah Trubus. Kemudian didirikan pula Bina Swadaya untuk "melayani" dan menjadi "instrumen" untuk membantu mereka yang membutuhkan pelayanan. Ia sering mengeluhkan peran kaum intelektual kita yang kurang—bahkan mungkin memang tak mau—peduli terhadap kemiskinan yang menjerat nasib hampir 40 juta warga negara yang sudah miskin sejak puluhan tahun lalu.
"Kaum intelektual kita tak memiliki kegigihan dan keseriusan Muhammad Yunus," katanya beberapa lama setelah tokoh ini memenangi hadiah Nobel Perdamaian. Kita memiliki ahli dalam bidang kelautan, tetapi tak mengurus laut. Kita mencetak ahli pertanian, tetapi tak mengurus pertanian. Dan mereka yang ahli dalam bidang kemiskinan pun tak mengurusi kaum miskin. Ini semua karena sejak dahulu kala pemerintah kurang memiliki sensitivitas budaya dalam menetapkan prioritas pembangunan. Sekolah didirikan, ahli-ahli dicetak, tetapi tak disediakan "instrumen" apa pun. Iklim politik maupun ekonomi yang menggalakkan diterapkannya keahlian-keahlian itu juga tak dibukakan.
Tak mengherankan kemiskinan bahkan bertambah, pengangguran meningkat, dan kemampuan kita untuk mengatasinya belum bertambah. "Maka, apa arti strategisnya keswadayaan itu bagi kita sekarang?" Di tengah keterbatasan kemampuan pemerintah, yang tak juga kunjung berhasil mengurangi jumlah kaum miskin dan dari hari ke hari bahkan makin kecil saja nyalinya menghadapi kemiskinan dan pengangguran karena tak mampu membuka lapangan kerja baru, keswadayaan yang muncul dari kalangan nonpemerintah maknanya sangat penting.
Secara politik hal ini memberi harga diri masyarakat dan secara ekonomi memberi mereka kemerdekaan. Economic freedom, biarpun dalam skala kecil, penting bagi warga negara, terutama bila yang bersangkutan terbiasa bergaul dengan warga dari negara-negara lain di dalam percaturan global. Seharusnya "freedom" seperti itu diberikan negara dan di dalam jaminan negara kalau pemerintah sudah bisa menyorot persoalan nasional secara sensitif dengan fokus yang tepat dan merumuskan kebijakan teknis secara tepat pula.
Kelihatannya, pemerintah tak juga berubah menjadi lebih sensitif untuk mengalihkan fokus pembangunan ke arah pro poor public policy dan kemudian melaksanakannya secara konsisten agar kelompok miskin ini mulai disentuh kebijakan yang lebih manusiawi. Pemerintah juga lupa sebenarnya sejak tahun 1980-an fenomena ekonomi kita adalah fenomena sektor informal: fenomena ekonomi rakyat jelata pada umumnya. Sumbangan ekonomi mereka pada negara besar dan mungkin lebih penting dibanding apa yang bisa diberikan kalangan bisnis yang tak memiliki tanggung jawab kemanusiaan. Terutama mereka yang berutang besar dan menyumbang kehancuran ekonomi negara dan masih "pecicilan" ke sana-kemari tanpa merasa bersalah.
Sekarang ini, di tengah lingkungan sosial-ekonomi dan politik maupun kebudayaan yang sudah serba kapitalistik, di mana orang hanya mau berbuat sesuatu hanya kalau ada janji keuntungan materi, ternyata masih bisa kita temukan begitu banyak—ini melegakan dan patut disyukuri—relawan sosial yang gigih menumbuhkan dan mempertahankan semangat keswadayaan tanpa dibayar. Ketulusan mereka tumbuh dari dalam, dipacu semangat untuk maju, agar secara ekonomi, sosial, maupun kebudayaan mereka tak bergantung kepada pihak lain.
Kegiatan berswadaya secara individu maupun kelompok di berbagai tempat di Jawa maupun di luar Jawa sudah berlangsung puluhan tahun. Dan tiap saat muncul orang-orang kreatif yang gigih mengusahakan kebaikan sosial-ekonomi bagi pihak lain yang tetap sustainable. Fenomena microfinance yang melibatkan tak kurang dari 40 juta warga negara yang juga memiliki sustainability jelas merupakan cultural capital bagi bangsa kita.
pangan dan pertanian
AGENDA PEMBERDAYAAN PETANI DALAM RANGKA PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL
Dasar Berpikir
1. Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia. Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan nasional. Dalam hal ini hak atas pangan seharusnya mendapat perhatian yang sama besar dengan usaha menegakkan pilar-pilar hak azasi manusia lain. Kelaparan dan kekurangan pangan merupakan bentuk terburuk dari kemiskinan yang dihadapi rakyat, dimana kelaparan itu sendiri merupakan suatu proses sebab-akibat dari kemiskinan. Oleh sebab itu usaha pengembangan ketahanan pangan tidak dapat dipisahkan dari usaha penanggulangan masalah kemiskinan. Dilain pihak masalah pangan yang dikaitkan dengan kemiskinan telah pula menjadi perhatian dunia, terutama seperti yang telah dinyatakan dalam KTT Pangan Dunia, Lima Tahun Kemudian (WFS, fyl), dan Indonesia memiliki tanggung jawab untuk turut serta secara aktif memberikan kontribusi terhadap usaha menghapuskan kelaparan di dunia.
2. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan : petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri.
Permasalahan
1. Dalam hal ini, sekalipun ketahanan pangan ditingkat nasional (dilihat dari perbandingan antara jumlah produksi dan konsumsi total) relatif telah dapat dicapai, pada kenyataanya ketahanan pangan dibeberapa daerah tertentu dan ketahanan pangan dibanyak keluarga masih sangat rentan.
2. Kesejahteraan petani pangan yang relatif rendah dan menurun saat ini akan sangat menentukan prospek ketahanan pangan. Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor dan keterbatasan, diantaranya yang utama adalah :
a. Sebagian petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif apapun kecuali tenaga kerjanya (they are poor becouse they are poor)
b. Luas lahan petani sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi
c. Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaan
d. Tidak adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih baik
e. Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai
f. Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar (bargaining position) yang sangat lemah
g. Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan petani sendiri.
Tanpa menyelesaian yang mendasar dan komprehensif dalam berbagai aspek diatas kesejahteraan petani akan terancam dan ketahanan pangan akan sangat sulit dicapai.
3. Disadari sepenuhnya bahwa telah terjadi perubahan tatanan sosial politik masyarakat sehingga berbagai aspek pembangunan telah lebih terdesentralisasi dan lebih berbasis pada partisipasi masyarakat. Permasalahan timbul terutama karena proses desentralisasi tersebut masih berada pada tahap proses belajar bagi semua pihak. Hal tersebut semakin diperberat ditengah kondisi dimana anggaran pemerintah semakin terbatas, perencanaan dan pelaksanaan pengembangan pangan yang kurang terfokus, berpendekatan proyek, parsial, dan tidak berkesinambungan.
4. Globalisasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi pada kenyaraannya telah menjadi ancaman serius bagi usaha membangun ketahanan pangan jangka panjang, walaupun disadari pula menjadi peluang jika dapat diwujudkan suatu perdagangan internasional pangan yang adil (fair trade).
Usulan Agenda
1. Masalah ketahanan pangan adalah masalah bersama yang menjadi tanggung jawab semua pihak. Untuk itu perlu dikembangkan suatu komitmen dan kerjasama diantara semua pihak terutama dalam bentuk kerjasama yang erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (yang antara lain direpresentasikan oleh kalangan LSM dan perguruan tinggi). Dalam hal ini, Dewan Ketahanan Pangan yang telah didirikan dari sisi pemerintah, perlu diperkuat dan dilengkapi dengan forum atau lembaga lain yang mampu menampung partisipasi swasta, LSM dan perguruan tinggi.
2. Tantangan yang dihadapi masyarakat, khususnya LSM dan perguruan tinggi, dalam pengembangan ketahanan pangan adalah :
a. Melanjutkan komitmen dan langkah nyata dalam mendampingi petani dan masyarakat pada umumnya;
b. Terus mengusahakan agar komitmen politik pemerintah dan legistatif dalam mendukung ketahanan pangan dapat terus dijaga dan diperkuat;
c. Terus memberikan masukan bagi pelaksanaan manajemen pangan nasional yang sesuai dengan tujuan ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan;
d. Bersama pemerintah dan swasta melakukan berbagai usaha untuk menghadapi tekanan dan dampak negatif globalisasi dan perdagangan pangan internasional.
3. Mengusulkan kepada pemerintah dan swasta agar dapat memfokuskan diri pada pada pelaksanaan agenda pengembangan ketahanan pangan sebagai berikut :
a. Mencegah dan mengurangi laju konversi lahan produktif.
b. Memanfaatkan dengan lebih optimal berbagai bentuk sumberdaya lahan (lahan kering, lahan rawa, lahan pasang surut) untuk kepentingan pemantapan produksi pangan dan peningkatan pendapatan petani.
c. Mendukung usaha peningkatan produktivitas usaha pertanian, terutama melalui peningkatan penggunaan bibit unggul dan mengurangi kehilangan hasil pasca panen.
d. Melakukan rehabilitasi, pemeliharaan dan optimasi pemanfaatan infrastruktur irigasi dan jalan desa.
e. Melakukan berbagai langkah kongkrit dalam konservasi sumberdaya tanah dan air, terutama dalam wilayah aliran sungai.
f. Mempromosikan produksi dan konsumsi aneka-ragam pangan berbasis sumberdaya lokal, baik yang berbasis tanah maupun berbasis air (laut, danau, sungai), dengan menyertakan masyarakat dan dunia usaha.
g. Mengembangkan sistem informasi pangan yang dapat diakses secara terbuka, termasuk pengembangan peta potensi pangan daerah.
h. Mengembangkan berbagai kelembagaan pendukung produksi dan distribusi pangan, terutama kelembagaan pembiayaan, penelitian, penyuluhan, dan pendidikan;
i. Mengembangkan berbagai sistem insentif yang diperlukan bagi peningkatan produksi pangan dan peningkatan pola konsumsi pangan beraneka.
4. Mengusulkan kepada Dewan Ketahanan Pangan untuk :
a. Atas dasar keberpihakan yang jelas kepada rakyat kecil (produsen dan konsumen) melakukan rekonstruksi kebijakan pangan yang mampu mengakomodasi berbagai perkembangan dan kepentingan dalam mengantisipasi berbagai tantangan masa depan, terutama dengan mengedepankan peran pembangunan ketahanan pangan di daerah atas dasar partisipasi masyarakat.
b. Terus memperjuangkan perdagangan internasional yang adil (fair trade) melalui instrumentasi kebijakan yang efektif dan memberi manfaat langsung kepada rakyat;
c. Mendorong kebijakan fiskal melalui alokasi anggaran belanja pemerintah dan penetapan pajak yang berpihak kepada ketahanan pangan rakyat;
d. Mendorong kebijakan moneter melalui pengelolaan tingkat bunga dan pengembangan sistem pembiayaan yang sesuai.
5. Mengusulkan kepada berbagai pihak yang terkait agar dalam jangka pendek (Januari atau Februari 2003) dapat diselenggarakan pertemuan untuk :
a. Mengaktualisasikan “jaringan ketahanan pangan” yang mencakup keterlibatan pemerintah, swasta, dan LSM
b. Merinci agenda pengembangan ketahanan pangan diatas dalam bentuk rencana aksi
c. Menghimpun “best-practices” pendampingan yang dilakukan LSM dan perguruan tinggi dalam rangka pengembangan ketahanan pangan masyarakat.
kasus ekonomi koperasi 6
Kasus Ekonomi Koperasi NPI
Kasus koperasi NPI Ditemukan 47.926 rekening nasabah, Macetnya dana masyarakat yang dihimpun Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Nuansa Pelangi Indonesia (NPI) Banjarnegara, mendapat perhatian Polres Banjarnegara. Untuk mengusut itu, Polres membentuk tim khusus. Hingga kemarin, tim menemukan 47.926 rekening milik nasabah. Rekening tersebut meliputi deposito investasi berjangka, tabungan menjelang hari raya (tamara) dan tabungan harian sigap.
Kapolres Banjarnegara AKBP Sutekad Muji Raharjo melalui Kasat Reskrim AKP A Sambodo kepada para wartawan Senin, mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara terhadap Ketua Koperasi NPI, Ahmad Hidayatulloh, koperasi tersebut menghimpun dana masyarakat senilai Rp 20,469 miliar lebih. Diperoleh informasi, jumlah dana tersebut diperoleh penyidik dari hardisk komputer yang disita sebagai barang bukti. Sedangkan data jumlah kredit yang disalurkan, hingga kini masih dicari oleh penyidik. Menurut Sambodo, kemungkinan jumlah tersangka masih bisa bertambah. “Kami masih terus menggali keterangan dari saksi-saksi, termasuk beberapa kepala kantor unit dan pegawainya,” katanya sambil menambahkan, kemungkinan di antara mereka ada yang bisa diseret jadi tersangka. Kelima kepala kantor unit koperasi tersebut, masing-masing unit Banjarnegara, Purworeja Klampok, Sigaluh, Banjarmangu dan Rakit. Lebih jauh Sambodo mengatakan, untuk mengungkap kasus ini pihaknya membentuk tim khusus yang terdiri dari beberapa unit. Selain itu, pihaknya juga akan mendatangkan beberapa pakar untuk dimintai keterangannya. Ketiga orang yang akan dijadikan saksi ahli berasal dari Bank Indonesia (BI), pakar ekonomi Unsoed dan Dinas Koperasi (Dinas Industri, Perdagangan dan Koperasi). “Rencananya Kamis besok, undangan sudah kami kirimkan,” kata Sambodo. Seperti diberitakan sebelumnya, ribuan nasabah koperasi simpan pinjam NPI Banjarnegara resah akibat tak dapat menarik kembali uang milik mereka. Ketua KSP NPI Ahmad Hidayatulloh ditahan dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Perbankan dan melakukan penipuan. Ia ditahan sejak Rabu pekan lalu. Penyidik Polres menjerat tersangka Ahmad Hidayatulloh dengan beberapa pasal Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto pasal 372 juncto pasal 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan. Awal beroperasinya NPI hanya melakukan simpan pinjam khusus untuk kalangan anggota. Tapi sejak beberapa tahun terakhir, koperasi NPI juga berpraktik layaknya bank, yaitu menghimun dana masyarakat dengan produk deposito, tabungan dan kredit umum dengan tingkat suku bunga lebih tinggi dibanding bank umum. Bunga tabungan mencapai 3 persen/bulan, sedangkan bunga pinjaman 3 persen/bulan. Mulai pertengahan 2006 terjadi terjadi kredit macet lebih dari Rp 5 miliar. Sejak itu, nasabah mulai kesulitan mengambil uangnya.
Cara penyelesaiannya : Seharusnya Polres Banjarnegara wajib menyelidiki sampai tuntas pada kasus koperasi ini. Koperasi ini sudah merugikan banyak pihak,sudah tidak menjalankan sesuai prinsipnya, seharusnya koperasi didirikan untuk menghimpun dana dan melayani pinjaman hanya untuk anggota koperasi, bukannya malah seperti bank umum.
Dan Akibatnya ada kredit macet pada pertengahan Maret 2006 sehingga nasabah mulai susah untuk mengambil uangnya. Seharusnya koperasi ini harus ditutup dan pihak pengurus koperasi mengembalikan uang para nasabah dan anggota. Karena koperasi hanya untuk kesejahteraan anggota bukan untuk menghimpun dana masyarakat dengan produk deposito, tabungan dan kredit umum.
kasus ekonomi koperasi 5
Kasus SHU
1. Pinjaman anggota biasanya pengembalian ke koperasi sering sekali tidak lancar bahkan macet(kredit macet) karena sering terjadi pinjaman anggota yang semula tujuannya untuk modal usaha tapi malah digunakan untuk investasi. Contoh : untuk membeli motor atau mobil yang semestinya belum mampu atau belum waktunya.
Cara Penyelesaiannya : sebenarnya simpel hanya dengan memperketat pengawasan. Contoh : kalau pengajuan saat pinjam untuk membeli pupuk untuk pertanian harus benar – benar diarahkan penggunannya untuk membeli pupuk sehingga pada saat panen hasilnya bagus, banyak, tambah untung dapat untuk mengembalikan pinjamannya.
2. Masalah pembagian SHU(sisa hasil usaha) Koperasi yang tidak adil atau proporsional yang sering kali pengurus koperasi tidak paham tentang pembagian SHU tahunan yang benar dan adil. Di akhir tahun setiap anggota koperasi mendapatkan pembagian SHU tahunan semua mendapatkan Rp.300.000/ anggota.
Cara Penyelesaiannya : seharusnya anggota menerima SHU tahunan sesuai dengan besar kecilnya simpanan tiap anggota, jika simpanannya lebih besar maka SHU yang diterima Lebih besar, dan sebaliknya jika simpanannya lebih kecil otomatis SHU yang diterima lebih kecil, Contoh : Parno simpanannya Rp. 3.000.000 pada tahun tersebut menerima SHU tahunan Rp.300.000, Joko menerima SHU tahunan Rp.600.000 karena simpanannya dikoperasi Rp. 6.000.000.
Langganan:
Postingan (Atom)