Rabu, 28 Desember 2011

UKM


Usaha Kecil Menengah ( UKM ) Solusi Ekonomi Indonesia

 Peluang usaha kecil dan menengah (UKM) dalam ekonomi indonesia

Usaha kecil menengah (SME) mampu menjadi moto pertumbuhan ekonomi. Pelaku Usaha kecil dan menegah atau yang lazim disebut UKM kawasan Asia Pacific telah memiliki kesadaran baru sebagai mana yang di kemukakan di depan para Menteri yang membidangi usaha kecil dan menengah (UKM) di forum APEC yang bertemu dikota Christchurch New Zealand tahun 1999. Pengalaman, keyakinan dan harapan inilah yang kemudian menggelora menjadi semangat yang terus didengungkan hingga saat ini. Di Indonesia harapan serupa juga sering kita dengarkan karena pengalaman ketika krisis multidimensi tahun 1997-1998 usaha kecil telah terbukti mampu mempertahankan kelangsungan usahanya, bahkan memainkan fungsi penyelamatan dibeberapa sub-sektor kegiatan. Fungsi penyelamatan ini segera terlihat pada sektor-sektor penyediaan kebutuhan pokok rakyat melalui produksi dan normalisasi distribusi. Bukti tersebut paling tidak telah menumbuhkan optimisme baru bagi sebagian besar orang yang menguasai sebagian kecil sumber daya akan kemampuannya untuk menjadi motor pertumbuhan bagi pemulihan ekonomi.

Perjalanan ekonomi Indonesia selama 4 tahun dilanda krisis 1997-2001 memberikan perkembangan yang menarik mengenai posisi usaha kecil yang secara relatif menjadi semakin besar sumbangannya terhadap pembentukan PDB. Hal ini seolah-olah mengesankan bahwa kedudukan usaha kecil di Indonesia semakin kokoh. Kesimpulan ini barangkali perlu dikaji lebih mendalam agar tidak menyesatkan kita dalam merumuskan strategi pengembangan. Kompleksitas ini akan semakin terlihat lagi bila dikaitkan dengan konteks dukungan yang semakin kuat terhadap perlunya mempertahankan UKM (Usaha Kecil dan Usaha Menengah).

Dalam melihat peranan usaha kecil ke depan dan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai posisi tersebut, maka paling tidak ada dua pertanyaan besar yang harus dijawab : Pertama, apakah UKM mampu menjadi mesin pertumbuhan sebagaimana diharapkan oleh gerakan UKM di dunia yang sudah terbukti berhasil di negara-negara maju; Kedua, apakah UKM mampu menjadi instrumen utama bagi pemulihan ekonomi Indonesia, terutama memecahkan persoalan pengangguran. Kadang – kadang harapan yang dibebankan kepada UKM juga terlampau berat, karena kinerjanya semasa krisis yang mengesankan. Disamping pangsa relatif yang membesar yang diikuti oleh tumbuhnya usaha baru juga memberikan harapan baru. Sebagaimana diketahui selama tahun 2000 telah terjadi tambahan usaha baru yang cukup besar dimana diharapkan mereka ini berasal dari sektor modern/besar dan terkena PHK kemudian menerjuni usaha mandiri. Dengan demikian mereka ini disertai kualitas SDM yang lebih baik dan bahkan mempunyai permodalan sendiri, karena sebagian dari mereka ini berasal dari sektor keuangan/perbankan. Mengingat populasi terbesar dari unit usaha yang mengembang pada penyediaan lapangan kerja adalah usaha kecil, maka fokus pembahasan selanjutnya akan ditujukan pada usaha kecil. Tinjauan terhadap keberadaan usaha kecil diberbagai sektor ekonomi dalam pembentukan PBD menjadi dasar pemahaman kita terhadap kekuatan dan kelemahannya, selanjutnya potensinya sebagai motor pertumbuhan perlu ditelaah lebih dalam agar kita mampu menemu kenali persyaratan yang diperlukan untuk pengembangannya selama ini yang lazim kita lakukan adalah membuat analisis sumbangan sektor–sektor ekonomi dalam pembentukan PDB. Untuk menilai posisi strategis kelompok usaha terutama usaha kecil hanya akan dapat diperlihatkan melalui konstribusi kelompok usaha menurut sektor ekonomi. Dengan melihat kelompok usaha ini akan mampu melihat kemampuan potensial kelompok usaha dalam menghasilkan pertumbuhan. Proses transformasi struktural perekonomian kita memang telah berhasil menggeser dominasi sektor pertanian, sehingga sampai dengan menjelang krisis ekonomi (1997) sumbangan sektor pertanian tinggal 16 % saja, sementara sektor industri telah mencapai hampir 27 % dan menjadi penyumbang terbesar dari perekonomian kita. Ini artinya sektor industri telah mengalami pertumbuhan yang pesat selama tiga dasa warsa sebelum krisis semasa pemerintahan Orde Baru. Apabila hanya sepintas melihat perkembangan ini, dengan transformasi struktural dari pertanian ke industri, maka semua kelompok usaha akan ikut menikmati kemajuan yang sama. Sehingga kelompok industri manufaktur skala kecil juga mengalami kemajuan yang sama.

Secara makro proses pemulihan ekonomi Indonesia belum terjadi karena indeks output pada tahun 2001 ini belum kembali pada tingkat sebelum krisis (1997), Perkembangan yang terjadi pada grafik 1 memperlihatkan bahwa indeks PDB keseluruhan baru mencapai 95% dari tingkat produksi 1997. Sektor yang tumbuh dengan krisis adalah sektor listrik, gas, air minum yang pada 4 tahun terakhir ini tumbuh dengan rata-rata diatas 5%/tahun. Hal ini antar lain disamping output yang meningkat terutama disebabkan oleh penyesuaian harga yang terus berjalan.

Jika kita cermati secara lebih rinci penyumbang PDB atas dasar sektor pelaku usaha akan terlihat jelas adanya ketimpangan tersebut. Tabel 1 menyajikan perbandingan peran 5 besar penyumbang PDB menurut sektor dan kelompok usaha, Sejak sebelum krisis ekonomi, hingga mulai meredanya krisis terlihat bahwa ranking 1 (satu) penyumbang PDB adalah kelompok usaha besar pada sektor industri pengolahan dengan sumbangan berkisar 17-19 % selama 1997- 2001. Ini berarti bahwa untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi semata, ekonomi kita tetap bersandar pada bangkitnya kembali industri pengolahan besar dengan aset diatas Rp. 10 miliar di luar tanah dan bangunan. Sektor industri skala besar hanya terpukul pada saat puncak krisis 1998, dimana pertumbuhan ekonomi kita mengalami pertumbuhan negatif 13,4% ketika itu. Dan setelah itu ketika pemulihan ekonomi mulai bergerak maka kelompok ini kembali mengambil porsi nya.

Pertanyaan yang menarik adalah apakah industri kecil dan menengah tidak bangkit, padahal pada kelompok usaha kecil di seluruh sektor telah mengalami pergeseran peran dengan sumbangan terhadap PDB yang meningkat dari 38,90% pada tahun 1996 atau 40,45% pada tahun 1997 menjadi 43,08% pada tahun 1999 ? Pada sektor industri pengolahan ternyata tidak terjadi perubahan sumbangan usaha kecil yang nyata yakni : 3,90%, 4,03%, 3,85%, 3,74% dan 3,79% berturut–turut untuk tahun 1997, 1998, 1999, 2000 dan 2001. Berarti secara riil tidak ada kemajuan yang berarti bagi peran industri kecil, yang terjadi justru kemerosotan pada beberapa kelompok industri. Dengan gambaran ini memang belum dapat disimpulkan bahwa industri kecil mampu menjadi motor pertumbuhan, sementara industri skala menengah keadaannya jauh lebih parah di banding usaha kecil, sehingga tidak mampu memanfaatkan momentum untuk mengisi kemunduran dari usaha besar dan paling terpukul pada saat krisis memuncak pada tahun 1998-1999. Salah satu sebabnya diduga dikarenakan tingginya ketergantungan usaha menengah terhadap usaha besar, baik karena ketergantungan sebagai industri sub-kontrak maupun ketergantungan pasar dan bahan baku terhadap industri besar. 

Selanjutnya penyumbang terbesar kedua adalah kelompok usaha kecil sektor pertanian yang menyumbang sekitar 13-17 % selama periode 1997-2001. Hal yang menarik adalah posisi relatif usaha kecil sektor pertanian yang sangat bergerak cepat dimasa krisis dan kembali merosot ke posisi sebelum krisis. Hal ini perlu mendapatkan penelahaan yang mendalam. Salah satu alasan yang dapat diterima adalah rendahnya harga output produk primer pertanian yang bersamaan dengan naiknya harga input, terutama yang bersumber dari impor. 

http://manajemen-koperasi.blogspot.com/2008/10/usaha-kecil-menengah-ukm-solusi-ekonomi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar